BERBAGI PRAKTIK BAIK
POKJA 2: BERBAGI PRAKTIK BAIK
Menciptakan platform berbagi dan bertukar dokumentasi, praktik baik, serta informasi mengenai program/ kegiatan pendidikan.
DOKUMENTASI KEGIATAN
SESI BERBAGI PRAKTIK BAIK
Peluang dan Tantangan dalam Program Peningkatan Kualitas Pendidikan Vokasi di Indonesia.
24 Oktober 2019
Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia yang terampil dan siap kerja, Pemerintah memberi ruang dan perhatian khusus pada sekolah kejuruan dan pendidikan vokasi. Presiden Joko Widodo menginginkan perbaikan pendidikan dan pelatihan vokasi dilakukan secara terpadu dan terintegrasi. Lebih lanjut, Pemerintah juga menaruh harapan kepada sektor swasta/non-pemerintah untuk mengambil bagian dan menaruh perhatian lebih kepada pengembangan pendidikan vokasi.
Walaupun diyakini bahwa pendidikan vokasi merupakan elemen yang sangat penting dalam peningkatan SDM dan menciptakan tenaga kerja yang produktif, namun studi yang dikeluarkan oleh Asia Philanthropy Circle (APC) yang dituangkan dalam laporan: Catalysing Productive Livelihood merangkum tiga masalah utama dalam pendidikan vokasi di Indonesia yaitu: rendahnya partisipasi siswa, rendahnya kualitas program, dan sulitnya transisi ke dunia pekerjaan. Tiga temuan tersebut diyakini menjadi faktor utama dalam implementasi pendidikan vokasi di Indonesia.
Inisiatif untuk melakukan intervensi program untuk peningkatan kualitas pendidikan vokasi sudah dilakukan oleh beberapa organisasi pegiat pendidikan di Indonesia. Dengan beragam tantangan dan juga kemajuan yang sudah dicapai, dipercayai inisiatif ini sudah memberi kontribusi pada pendidikan vokasi.
TUJUAN KEGIATAN
Adapun tujuan dari acara ini adalah supaya para peserta dapat mempelajari dan memahami beberapa poin di bawah berdasarkan fakta dan pengalaman nyata para pegiat pendidikan:
Gambaran kondisi sekolah kejuruan dan pendidikan vokasi di Indonesia
Praktik baik dan perkembangan dalam pengelolaan program peningkatan kualitas pendidikan vokasi
Berbagai tantangan dalam melakukan intervensi program peningkatan kualitas pendidikan vokasi
Para peserta dapat mengindentifikasi organisasi-organisasi pegiat pendidikan vokasi untuk kemungkinan kolaborasi program atau kemitraan di masa depan
UNDUHAN
Materi Narasumber:
Agus Wasono (Tim Kajian Pendidikan dan Pelatihan Vokasi di Sumba Barat Daya, William and Lily Foundation – LANSKAP Indonesia)
Wahono Kolopaking (Head of Program Department JAPFA Foundation)
Laporan Kegiatan:
BERBAGI PRAKTIK BAIK
Kunjungan Program Inovatif Pendidikan Perdamaian & Ekowisata di Garut
2-3 Desember 2019
Kegiatan kunjungan studi ke Garut ini merupakan capacity building dari Klaster Filantropi Pendidikan kepada anggota klaster dan beberapa organisasi undangan. Kali ini, Klaster Filantropi Pendidikan berkerjasama dengan Asia Philanthropy Center (APC) Indonesia Chapter pada tanggal 2-3 November 2019 lalu. Tujuan dari kegiatan merujuk kepada berbagi pengalaman dan praktik baik dalam program pendidikan perdamaian yang telah dijalani oleh Peace Generation serta ekowisata di Desa Ciburial.
Perjalanan hari pertama, ditempuh dengan waktu ±4 jam dari Jakarta, para peserta tiba dan makan siang di Garut. Dalam waktu makan siang ini dimanfaatkan sebagai ajang perkenalan tiap lembaga peserta kunjungan studi, sekaligus sambutan singkat oleh perwakilan APC Indonesia yang disampaikan oleh Felicia Hanitio dan Klaster Filantropi Pendidikan oleh Dimas Purnama. Felicia pun menjelaskan bahwa kunjungan ini sebagai peningkatan pandangan dan ilmu terhadap bagaimana cara pendidikan dalam perdamaian dapat disampaikan dan diterima juga sinergi apa yang kiranya dilakukan, khususnya pengembangan kapasitas dari program yang telah ada. Selain itu, ditambahkan oleh Dimas Purnama, tujuan lain yang bisa dicapai dari kunjungan ini ialah menjadi perluasan networking tiap organisasi/lembaga peserta sehingga mungkin terwujud kolaborasi yang efektif.
Setelah makan siang selesai, perjalanan dilanjutkan menuju tempat pertemuan dengan Peace Generation di Mulih Ka’ Desa. Disana, para peserta disambut oleh tim Peace Generation termasuk Irfan Amalee, Direktur Eksekutif Peace Generation. Agenda sambutan dibuat menarik dengan permainan kuis seputar Peace Generation dan pengetahuan perdamaian yang umum. Lalu, disambung dengan paparan Kang Irfan Amalee yang bercerita tentang latar belakang terbentuknya Peace Generation, alasan mengapa beliau mengusung bidang perdamaian dalam komunitasnya dan perjalanan yang sudah dilaluinya juga tim Peace Generation selama 12 tahun itu. Peace Generation juga membuat buku terkait 12 nilai perdamaian yang dapat ditularkan dan dibagi secara efektif. “Peace Generation ini dimulai dari personal story, saya dan Eric Lincoln sampai resonasinya ke orang lain sehingga menggerakkan mereka untuk bergabung kesini (Peace Generation)”, ujarnya. Diucapkan oleh Irfan Amalee bahwa Peace Generation ditujukan agar meredam perselisihan dan menganggap perbedaan yang ada menjadi keberagaman. Setelah paparan disampaikan, para peserta diajak bermain “Boardgame for Peace” dimana para peserta akan diberi beberapa kartu yang dibutuhkan kolaborasi dan rasa tenggang rasa sesama manusia. Semakin sore, para peserta pun harus berpisah dan menuju hotel untuk beristirahat. Hari pertama pun ditutup dengan makan malam bersama dan networking.
Tiba di hari kedua, para peserta bersiap menuju Peacesantren Welas Asih untuk bertemu dengan SMPK Yahya Bandung yang telah menerapkan nilai perdamaian kepada anak didiknya, sebagai pengurangan terjadinya bullying dan perbedaan dalam sisi agama. Di Peacesantren Welas Asih ini juga mengajarkan 12 nilai perdamaian yang diusung Peace Generation serta ingin menjadikan Peacesantren Welas Asih sebagai ‘lab’ dari pergerakan perdamaian yang dilakukan. Hal ini dijelaskan oleh Kang Huda, perwakilan Peacesantren Welas Asih yang mengawali acara pertemuan saat itu. Acara tidak hanya diisi dengan sharing season, namun juga para peserta disuguhkan hiburan dari para santri-santriwati Peacesantren Welas Asih serta permainan tradisional yang ditawarkan.
Setelah pertemuan itu berakhir, para peserta pamit untuk meneruskan perjalanan ke Desa Ciburial yang memiliki program ekowisata berupa penampilan pencak silat Gajah Putih dan mengajak para peserta kunjungan dapat bermain permainan tradisional. Kemudian, perwakilan Desa Ciburial yang dipimpin oleh Panji, Community Engagement Specialist Star Energy Geothermal dan Herry dari Creative Institute, membawa peserta ke kandang domba Garut yang sering dipentaskan lalu menuju balai pertemuan untuk mengetahui ekowisata Desa Ciburial lebih lanjut.
Dalam presentasi Panji, ekowisata Desa Ciburial adalah salah satu desa binaan dari Star Energy Geothermal yang didukung oleh Yayasan Bakti Barito, dimana pada desa tersebut dimaksudkan untuk menonjolkan keragaman budaya setempat agar dapat menyokong kehidupan masyarakat sekitar. Selain itu, Kang Panji juga menjelaskan tentang kemungkinan kolaborasi yang dapat dilakukan dalam pemanfaatan ekowisata tersebut serta promosi melalui proyeksi kerjasama dengan lembaga peserta. Setelah diskusi tersebut, dilanjutkan pemetaan pendapat dari para peserta terhadap kunjungan dan proyeksi kolaborasi yang bisa didiskusikan lebih lanjut terhadap kedua kunjungan kala itu.
TUJUAN KEGIATAN
Adapun tujuan dari kunjungan studi ini diharapkan peserta kunjungan dapat mempelajari dan mempromosikan perdamaian, keanekaragaman budaya dan pembangunan inklusif di Indonesia melalui pendidikan dengan media kreatif dan ekowisata, sehingga penerapannya dilakukan antara lain:
Pemetaan bersama dalam kolaborasi yang bisa diberikan terhadap Peace Generation Indonesia dan Desa Ciburial
Berbagi praktik baik perdamaian dalam kehidupan (tanpa bullying, tanpa harus menyinggung SARA) di bidang Pendidikan pada Peace Generation serta dukungan literasi pada Desa Ciburial
SESI BERBAGI PRAKTIK BAIK
Kelangsungan Pelaksanaan Program Pendidikan dalam Pandemi COVID-19
27 April 2020
Bangsa Indonesia dan seluruh negara-negara di dunia sedang menghadapi pandemi COVID-19. Berbagai pengamat belum bisa memprediksi sampai kapan situasi pandemi COVID-19 ini selesai. Tak hanya mengganggu sistem kesehatan dunia, pandemi COVID-19 ini juga membawa dampak yang cukup signifikan di bidang sosial ekonomi. Banyak pengamat yang menyatakan bahwa dampaknya lebih buruk dari krisis ekonomi sebelumnya, bahkan lebih buruk dibanding saat perang dunia kedua.
Situasi pandemi COVID-19 ini pun dirasakan oleh para pegiat pendidikan. Berbagai kegiatan peningkatan kualitas pendidikan yang syarat dengan pertemuan langsung kini dipaksa berubah pola pembelajarannya dengan diberlakukannya kebijakan sosial distancing dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Hal ini berimplikasi pada perubahan pembelajaran yang selama ini bersifat konvensional menjadi pembelajaran jarak jauh dengan pemanfaatan media daring dalam bentuk online learning.
Klaster Filantropi Pendidikan yang merupakan bagian dari Filantropi Indonesia memfokuskan upaya mendorong kegiatan lembaga-lembaga filantropi untuk merespon dan berkontribusi terhadap pandemi COVID-19 untuk membantu mengatasi pandemi sekaligus dampak sosialnya. Melalui Sesi Berbagi Praktik Baik kali ini Klaster Filantropi Pendidikan mengajak para praktisi, pegiat pendidikan untuk membagikan pengalaman dalam melakukan berbagai adaptasi, modifikasi dalam menjalankan program-program pendidikan di lembaga masing-masing sekaligus membahas tantangan yang dihadapi serta rencana keberlangsungan program pada tanggal 27 April 2020.
Berdasarkan paparan Abdul Khalim, Sekolah SMART Ekselensia Dompet Dhuafa Pendidikan dalam sesi berbagi praktik baik kelangsungan pendidikan di situasi pandemi menyampaikan bahwa mereka tetap berkomitmen untuk: 1) Tetap memastikan KBM tetap berlangsung dengan penggunaan berbagai komunikasi virtual dan penunjangan teknologi digital seperti pemanfaatan Google Classroom, absensi virtual dan lainnya, 2) Memastikan ketersediaan logistik teruntuk para siswa yang tinggal di asrama, 3) Tetap berkoordinasi dengan tim kesehatan dari Dompet Dhuafa terkait kesehatan para siswa yang masih tinggal di asrama. "Ini proses pembelajaran kami. Karena ini kondisi yang tidak normal maka otomatis siswa pun diminta untuk mengoptimalkan fasilitas yang ada. Selain itu, sekolah meminta kepada pihak OASE (untuk SMP) dan OSIS (untuk SMA) untuk membuat kegiatan tambahan yang menarik dalam bidang oleh raga, seni, dan kuliner yang dapat dilakukan oleh siswa dan difasilitasi oleh guru. Bahkan kegiatan ini dilombakan untuk memacu motivasi siswa. Alokasi dananya diambil dari pos alokasi pembelajaran yang tidak terpakai untuk men-support kegiatan-kegiatan siswa", ujar Khalim. Beliau menambahkan kegiatan tambahan tersebut ditujukan agar mengusir kejenuhan pada siswa.
Di sisi lain, praktik baik dari Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi yang disampaikan oleh Freddy Ong, menyampaikan tantangan awalnya selama masa pandemi COVID-19 adalah kesiapan guru dalam online learning serta keterbatasan gadget yang dimiliki siswanya. Cara antisipasi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan training penggunaan beberapa variasi platform online untuk para guru sehingga terbiasa dan tidak menimbulkan kebosanan. Lain hal dari segi bobot materi yang diberikan, Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi dalam pembelajaran jarak jauhnya tidak hanya mengandalkan aspek kognitif saja tetapi juga menekankan sisi pendidikan humanis, pendidikan agama, serta pendidikan karakter. "Mereka tidak diajarkan hanya yang bersifat kognitif saja tetapi juga belajar bagaimana membuang sampah, membantu orang tua bagi anak-anak TK. Bagi anak-anak SMA juga belajar saling memberi motivasi sedangkan anak-anak SMK membuat video ucapan terimakasih kepada tim medis yang sedang menjalankan tugasnya", tuturnya.
Beberapa hambatan lainnya yang muncul dalam pelaksanaan online learning antara lain adalah hambatan finansial. Namun, hambatan tersebut disiasati oleh berbagai pihak dengan cara-cara kreatif, misalnya membuka donasi, memberikan subsidi di beberapa pos pendidikan, serta mengalihkan alokasi dana yang ada untuk support online learning.
Hal yang menggembirakan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim sudah menegaskan bahwa Kepala Sekolah bisa mengalokasikan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) Reguler untuk pembelian pulsa, paket data dan layanan platform online oleh guru maupun siswa. Hal ini tertuang dalam Permendikbud Nomer 19 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Permendikbud Nomor 8 Tahun 2020 tentang Juknis BOS Reguler. (Kompas.com, 15/4/2020)
Tak bisa dipungkiri bahwa pelaksanaan kegiatan pembelajaran jarak jauh juga harus memperhatikan kebutuhan training online maupun training tatap muka yang sifatnya langsung, one on one. Putera Sampoerna Foundation berkomitmen untuk melakukan coaching mentoring untuk menunjang kesiapan guru, kepala sekolah serta tenaga kependidikan lainnya, seperti yang disampaikan oleh Juliana. Sampoerna Foundation mempunyai 2 (dua) program andalan yaitu Teacher Learning Center dan juga Lighthouse School yang muaranya adalah untuk mensukseskan Sustainable Development Goals’s (SDG) nomer 4 yaitu menuju pendidikan yang berkualitas dengan tantangan area yang berbeda, yaitu daerah yang kurang terdukungnya fasilitas pendidikan mumpuni (outreach area). Dampak COVID-19 ini terjadi pada kedua implementasi program dimana berbagai kesulitan ditemui seperti terbatasnya koneksi internet, kegagapan teknologi (gaptek) tenaga pendidikan hingga informasi terkait online learning yang kurang. "Dari sini kita telah mengantisipasinya dengan changing the mindset bahwa online learning menjadi jawaban pembelajaran dan sekaranglah waktunya berubah. Sejauh ini, kami juga mengeksplorasi beberapa platform dan menggabungkan pembelajaran atau workshop melalui WhatsApp, Telegram, Zoom, Google Classroom, Padlet, dan lainnya. Meskipun begitu, online learning tetap harus ada hands on approach", beber Juliana.
Sementara itu, dilanjutkan oleh Margaretha Ari bahwa Tanoto Foundation berkomitmen untuk mengambil peran menjadi katalis dalam kapasitasnya melakukan supporting the transformation to distance learning melalu pendekatan stakeholder selama pandemi COVID-19 ini berlangsung. Misalnya dengan membuat modelling training dari pembelajaran konvensional ke distance learning yang berbasis teknologi. "Kami mempunyai local facilitator yang diproses melalui Training For Trainer (TFT) sebagai pendorong Pemda untuk menginisiasi pembelajaran jarak jauh. Contoh yang telah terjadi yaitu live streaming yang dilakukan di Kutai Kartanegara sekitar 3-4 jam dari Samarinda, Kalimantan Timur", papar Margaretha Ari. Dari sisi local facilitator, Tanoto Foundation sebagai katalis juga harus peka terhadap kendala yang dihadapi oleh fasilitator yang sudah kita dampingi. Lalu, tanggung jawab Tanoto Foundation sebagai katalis ke sekolah binaannya adalah tetap memberikan modul dan guidance dan memodelkan bagaimana lokal fasilitator kami memfasilitasi pembelajaran. "Materi-materi pembelajaran jarak jauh yang mudah dan menarik biasanya kami berikan kepada lokal fasilitator yang akan disebarkan lagi kepada guru dampingan mereka", tambahnya.
TUJUAN KEGIATAN
Adapun tujuan dari acara ini adalah para peserta diskusi dapat mempelajari dan memahami beberapa poin di bawah berdasarkan fakta dan pengalaman dari para pegiat pendidikan:
Gambaran umum mengenai tantangan dalam menjalankan kegiatan pendidikan pada situasi yang mengharuskan adanya pembatasan jarak sosial (social distancing)
Rencana kelangsungan kegiatan yang akan dan sudah dilakukan oleh para pegiat pendidikan dalam menjalankan program-program
Berbagai tantangan teknis dalam melakukan penyesuaian pelaksanaan program pada pandemi COVID-19
Inovasi-inovasi yang dapat dikembangkan untuk pelaksanaan program dalam situasi pandemi COVID-19
UNDUHAN
Materi Narasumber:
Abdul Khalim (General Manager Sekolah Ekselensia Indonesia Dompet Dhuafa Pendidikan)
Freddy Ong (Direktur Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi dan Ketua Badan Musyawarah Pendidikan Swasta Jakarta Barat)
Margaretha Ari Widowati (Director of Basic Education Program Tanoto Foundation)
Juliana (Program Development Manager of School Development Outreach Putera Sampoerna Foundation)
Laporan Kegiatan:
SESI BERBAGI PRAKTIK BAIK
Peningkatan Kapasitas Kepemimpinan Kepala Sekolah
23 Maret 2021
Mengingat pentingnya peranan kemitraan dalam meningkatkan kualitas dan memajukan pendidikan di Indonesia, pada 23 Maret 2021, Klaster Filantropi Pendidikan menyelenggarakan Sesi Berbagi Praktik Baik yang mengangkat tema Peningkatan Kapasitas Kepemimpinan Kepala Sekolah. Kegiatan ini terselenggara atas kerja sama Filantropi Indonesia dengan Tanoto Foundation selaku Koordinator Klaster Filantropi Pendidikan bersama Ars86Care Foundation, Yayasan Guru Belajar, INSPIRASI dan Sekolah Literasi Indonesia (SLI) Dompet Dhuafa. Hamid Abidin, Direktur Filantropi Indonesia, membuka acara ini dengan menyatakan bahwa Klaster Filantropi Pendidikan merupakan klaster yang bertujuan untuk berbagi informasi, mengukuhkan kolaborasi dan kemitraan antara organisasi filantropi pendidikan dalam rangka memajukan pendidikan di Indonesia. Melalui webinar yang berlangsung selama dua jam ini, para pembicara dari organisasi masing-masing berbagi informasi dan best-practice terkait program dan dokumentasi pengembangan kapasitas, strategi dan pendekatan, hasil, serta upaya rencana strategi di sektor ini kedepannya.
Ari Wahyudi (YAPPIKA-ActionAid), selaku moderator membuka diskusi dengan pentingnya peranan kepemimpinan kepala sekolah; baik dari segi fungsi manajerial, perencanaan, pengawasan serta sosial untuk mendukung perkembangan unit pendidikan yang dipimpinnya. Dalam pengimplementasian peranan ini di lapangan, terdapat berbagai tantangan yang dihadapi para kepala sekolah seperti keterbatasan wawasan, kurangnya kualifikasi, lemahnya daya inovasi, serta kurangnya dukungan terhadap peningkatan karakter kepemimpinan itu sendiri. Di era disrupsi ini, khususnya COVID-19 yang berdampak cukup signifikan terhadap sektor pendidikan, diperlukan inovasi-invoasi yang membantu sekolah-sekolah untuk dapat lebih adaptif terhadap skema belajar-mengajar yang baru.
“Sejak pandemi, kami melakukan berbagai program COVID-19 response; antara lain menyediakan Learning from Home – Kits, buku aktivitas, pembagian laptop, online tutorial untuk pembuatan alat peraga edukasi, Rotating Library program, dsb”, ujar Marini Widowati, Program Director Ars86Care Foundation. Selain itu, yayasan yang didirikan pada tahun 2005 ini fokus dalam peningkatan kapasitas guru dan kepala sekolah PAUD melalui pelatihan-pelatihan yang berisikan filosofi edukasi, pengetahuan terkait sustainability, kepemimpinan, kreatifitas, serta teamwork agar mereka mampu memberikan metode pembelajaran yang lebih baik kepada anak didik. Program yang diinisiasi sejak tahun 2015 ini telah menjangkau kurang lebih 1,900an guru dan kepala sekolah di empat kabupaten, antara lain: Gunung Kidul, Demak, Grobogan, dan Wonosari. Marini juga menambahkan bahwa kolaborasi, komunikasi, reward-system, pengukuran dampak serta akuntabilitas merupakan nilai-nilai terpenting dalam upaya peningkatan kapasitas kepemimpinan di sekolah.
Diskusi yang dihadiri oleh anggota Filantropi Indonesia serta para Kepala Sekolah dan Guru dari berbagai sekolah di Indonesia ini juga membahas tentang program Pemimpin Merdeka Belajar yang diusung oleh Yayasan Guru Belajar (YGB). Ketua YGB, Bukik Setiawan menyatakan bahwa salah satu tantangan yang ditemukan di lapangan adalah mengajak pemimpin sekolah/madrasah untuk merdeka belajar dan membangun kebiasaan belajar itu sendiri tanpa harus menunggu keharusan tugas. Untuk itu, Program Obrolan Pemimpin Belajar ini hadir dengan beberapa pendekatan antara lain pertemuan dengan pemimpin pendidik, uji kompetensi kepemimpinan, pembangunan kolaborasi serta pemberian materi manajemen dan pengembangan karir. Program ini diharapkan mampu mentransformasi beberapa nilai kepemimpinan konvensional menuju kepemimpinan yang lebih bersifat partisipatif, incidental, variatif, dan kolaboratif.
Hal ini juga disambut baik oleh Direktur Eksekutif INSPIRASI, Patrya Pratama yang menekankan bahwa hakikat dari kepemimpinan (khususnya di lingkungan pendidikan) adalah untuk bisa terus belajar secara mandiri dan dari satu sama lain. Supervise akademik yang merupakan salah satu peran kunci kepala sekolah memiliki pengaruh yang besar terhadapa kesuksesan pembelajaran. Maka dari itu, INSPIRASI, organisasi nonprofit yang fokus pada isu kepemimpinan sekolah yang sejauh ini sudah menjangkau sekitar 83 kepala sekolah/madrasah melalui pendekatan optimalisasi kemampuan kepemimpinan. Hal ini dilaksanakan melalui workshop dan pendampingan personal pasca workshop untuk membangun komunitas praktisi di kepala sekolah.
“Secara jangka panjang, INSPIRASI ingin fokus pada ‘ownership’ program pelatihan yang lebih tinggi yang dikelola oleh komunitas pengurus Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) dan pengawas. Hal ini kami lakukan dengan memastikan kesamaan misi antara pengawas dan pengurus, pengidentifikasian kebutuhan, pembuatan rencana program yang matang serta penyepakatan norma K3S”, tambah Patrya.
Sekolah Literasi Indonesia (SLI) Dompet Dhuafa, yang diwakili oleh Muhammad Shirli Gumilang membuka presentasinya dengan menyatakan bahwa pendidikan adalah PR Bersama dan kepemimpinan kepala sekolah merupakan penopang utama kegiatan belajar mengajar. Program SLI fokus pada pengembangan budaya literasi di seluruh ekosistem pendidikan yang meliputi pendidikan formal, informal, dan non-formal.
“Saat ini SLI sudah menjangkau 3.816 guru dan secara efektif telah meingkatkan kapabilitas kemempinan kepala sekolah di seluruh wilayah sasaran program termasuk sekolah kota, desa, urban dan beranda. Hal ini berkat komitmen kepala sekolah itu sendiri serta dukungan manajemen sekolah”, jelas Shirli.
Sesi Berbagi Praktik Baik ini kemudian ditutup dengan sesi tanya jawab. Kedepannya terdapat beberapa pekerjaan dan catatan untuk bisa meningkatkan kualitas sekolah menjadi lebih baik. Di antaranya networking dengan sekolah sekitar, penyusunan SSI (School Strategic Discussion) atau Raker, penentuan indikator dan target perubahan yang jelas, serta terus melakukan terobosan melalui penggunaan teknologi.
UNDUHAN
Materi Narasumber:
Marini Widowati (Program Director Ars86care Foundation) [file]
Muh. Shirli Gumilang (Senior Konsultan SLI Dompet Dhuafa) [file]
Patrya Pratama (Direktur Eksekutif INSPIRASI) [file]
Bukik Setiawan (Ketua Yayasan Guru Belajar) [file]
Moderator: Ari Wahyudi (YAPPIKA-ActionAid)
File kegiatan lainnya: bit.ly/kepsek23maret
SESI BERBAGI PRAKTIK BAIK
Pentingnya PAUD Terhadap Capaian Pembelajaran Siswa
25 Mei 2021
Pada Selasa 25 Maret 2021, Filantropi Indonesia (FI) kembali menyelenggarakan sesi berbagi praktik baik atas kolaborasi antar anggota Klaster Filantropi Pendidikan. Kali ini Tanoto Foundation (TF) selaku koordinator klaster bekerja sama dengan Wahana Visi Indonesia (WVI), dan Ishk Tolaram Foundation untuk menelaah pentingnya intervensi pada anak usia dini terhadap capaian pembelajaran siswa. Tema ini diusung bersamaan dengan diterbitkannya hasil studi yang dikeluarkan atas kolaborasi FI dan TF yang menemukan bahwa pola pengasuhan, akses dan partisipasi anak dalam PAUD adalah beberapa di antara faktor yang berdampak pada hasil pembelajaran siswa.
Menurut UNICEF, 85% dari total keseluruhan perkembangan otak anak tercapai pada usia 6 tahun. Hal ini menambah pentingnya intervensi terhadap anak usia dini yang disinyalir nantinya akan berpengaruh pada capaian pembelajaran, kesehatan, serta tingkah laku anak di kemudian hari. Hal ini pun seyogyanya mendapat perhatian khusus dari pemerintah Indonesia khususnya Kemendikbudristek mengingat skor PISA (Program for International Student Assessment) siswa Indonesia yang masih jauh di bawah dibanding dengan negara-negara tetangga. Selain itu studi FI-TF juga menemukan bahwa meskipun banyak reformasi di bidang pendidikan pada dua dekade terakhir, termasuk peningkatan pendanaan baik oleh pemerintah maupun swasta, kualitas dari pembelajaran belum mengalami kemajuan yang signifikan.
Bertajuk Sesi Berbagi Praktik Baik, kegiatan ini diorganisir oleh Klaster Filantropi Pendidikan yang merupakan wadah kolaborasi dan kemitraan berbagai organisasi filantropi di bidang pendidikan di Indonesia. Acara yang diselenggarakan secara rutin ini menghadirkan beberapa narasumber yang turut membagikan praktik baik di organisasinya terkait intervensi program untuk perkembangan dan pendidikan anak usia dini. Melliana Layuk selaku Zonal Education Specialist Wahana Visi Indonesia mengutarakan beberapa tantangan yang dihadapi di lapangan akan rendahnya kualitas pendidikan anak usia dini di Indonesia terutama di daerah 3T. Kapasitas tutor PAUD, kondisi sarana dan prasarana, akreditasi dan ijin operasional, serta terbatasnya kemampuan stimulasi dan pengasuhan orang tua membuat perkembangan anak usia dini masih jauh di bawah angka optimal. Melalui program Pengasuhan Dengan Cinta (PDC), WVI membangun sebuah sarana dukungan terhadap keluarga untuk memahami pola pengasuhan yang baik dengan tujuan membentuk spiritualitas dan meningkatkan kesejahteraan anak. Melihat pentingnya peranan keluarga inti akan tumbuh kembangnya sang anak, PDC ini berfokus pada optimalisasi pengasuhan dari rumah mulai dari kesehatan, belajar, hingga ibadah. “Harapannya dari program ini, khususnya di Kalimatan Barat, masyarakat dapat berkolaborasi dan berpartisipasi untuk memberikan kenyamanan pada anak dengan cinta”, katanya sambil tersenyum.
“Hal yang sama pun menjadi perhatian bagi Tanoto Foundation” – ujar Eddy Henry, Head of Early Childhood Education and Development. Melalui presentasinya terkait program SIGAP, Eddy menjelaskan bahwa fokus dari program ini adalah membantu pemerintah untuk mencapai angka prevalensi stunting di bawah 20%. Melalui metodologi kolaborasi dengan pemerintah setempat, serta peningkatan kualitas fasilitas publik yang ada seperti Posyandu, PAUD, RPTRA, dsb, Rumah Anak SIGAP telah hadir di tiga provinsi yaitu DKI Jakarta, Kalimantan Timur dan Banten. Sejauh ini, program ini telah terbukti meningkatkan kapasitas orang tua dan fasilitator PAUD untuk menjadi lebih kompeten dalam membimbing dan menanggapi perkembangan anak baik di rumah maupun di sekolah.
Mengutip dari James Heckman, Program Director Isk Tolaram Foundation, Mimu Nanwani menyatakan bahwa setiap $1 yang diinvestasikan dalam program anak usia dini yang berkualitas dapat menghasilkan keuntungan antara $4 dan $16. “Itulah pentingnya pengembangan program-program yang tepat sasaran untuk anak usia dini” ujarnya. Ishk Peduli Anak Indonesia mengembangkan program PAUD melalui pemberdayaan tenaga fasilitator dan professional, mendorong kerjasama, serta pengelolaan perubahan sosial dengan baik. “Ishk Tolaram Foundation melakukan program pelatihan pada guru yang menitikberatkan pada perluasan wawasan edukasi fasilitator PAUD, serta pelatihan pada anak didik yang fokus pada pengembangan pola pikir kritis” tutup Mimu.
Adapun rekomendasi yang diajukan melalui studi FI-TF ini antara lain menganjurkan wajib PAUD dua tahun, meningkatkan investasi program, serta mendorong kesadaran masyarakat akan pentingan pendidikan anak usia dini. Selain itu, perlu adanya peningkatan kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan untuk melakukan intervensi terhadap anak usia dini yang tepat sasaran dalam mengembangkan program pendidikan demi menjamin perkembangan anak usia dini secara optimal.
UNDUHAN
Narasumber:
Melliana Layuk (Zonal Education Specialist Wahana Visi Indonesia)
Eddy Henry (Head of Early Childhood Education and Development Tanoto Foundation)
Mimu Nanwani (Program Director Isk Tolaram Foundation)
Moderator: Monica Agnes (Tanoto Foundation)
Materi kegiatan dapat diunduh disini.